Waspada Vaksin Palsu!
Belum lama ini beredar berita yang meresahkan masyarakat yaitu mengrnai vaksin palsu. Sebenarnya apa itu vaksin? Dan bagaimana cara kita agar dapat menjadi Waspada Vaksin Palsu ? Berikut adalah pemaparannya
Vaksin adalah sebuah produk berupa bakteri dan virus yang telah dilemahkan yang menghasilkan kekebalan sehingga melindungi tubuh dari penyakit. Sedangkan vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke tubuh manusia dengan tujuan untuk mendapatkan efek kekebalan terhadap penyakit tertentu dan vaksinasi juga sangat membantu untuk mencegah penyakit-penyakit infeksi menular baik karena virus atau bakteri, misalnya polio, campak, difteri, pertussis, rubella, meningitis, tetanus, haemophillus influenzae tipe B, dan hepatitis.
Di indonesia, pemberian vaksin lebih diprioritaskan bagi bayi dan anak-anak
, karena bayi dan anak-anak dianggap belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang
sempurna.
Akhir-akhir ini telah beredar kabar mengenai peredaran vaksin palsu yang
membuat resah masyarakat. Vaksin palsu tidak dapat menghasilkan kekebalan aktif
tubuh terhadap suatu penyakit karena vaksin palsu mengandung berbagai cemaran
berbahaya dan tidak steril sehingga bisa menimbulkan efek racun bagi tubuh.
Temuan vaksin palsu berawal dari adanya kelangkaan vaksin tertentu di pasar
yang bukan merupakan vaksin program pemerintah. Selain itu, peredaran vaksin palsu di sarana pelayanan kesehatan juga
disebabkan karena permintaan sebagian masyarakat akan vaksin di luar program
pemerintah yaitu vaksin impor yang berasal dari luar negeri. Permintaan itu
disambut oleh distributor vaksin ilegal yang menawarkan vaksin dengan harga
murah ke sarana pelayanan kesehatan.
Vaksin yang dipalsukan adalah vaksin yang secara tertulis merupakan vaksin
impor. Menurut Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Prof. Dr. Nila Djoewita Moeloek, dalam Rapat
Kerja bersama Komisi IX DPR mengatakan bahwa tidak ada vaksin BioFarma yang
dipalsukan, akan tetapi terdapat pemalsuan pada jenis vaksin impor, diantaranya
Engerix-B (vaksin untuk Hepatitis B) untuk anak dan dewasa, vaksin Havrix 720
(vaksin Hepatitis A), dan vaksin Pediacel, yaitu vaksin kombinasi untuk
Pertusis, Difteri, Tetanus, Hib, dan IPV.
Vaksin palsu disebarkan pada pasar pelaku usaha persalinan dan instansi
kesehatan ibu anak swasta berskala kecil. Pada instansi semacam ini, suplai
vaksin dikelola secara mandiri sehinga mereka juga berhak mencari sumber suplai
vaksin dari luar pemerintah. Tidak ada pengawasan memadai untuk saat ini
mengenai suplai vaksin dari pihak non pemerintah. Yang terjadi pada vaksin palsu adalah adanya produsen rumahan yang langsung
mendistribusikan vaksin ke klinik, kemudian ke rumah sakit. Padahal menurut
aturan, klinik tidak boleh menerima obat dari distributor yang tidak resmi.
Banyaknya pintu dan jendela dalam distribusi vaksin ini membuat banyak celah
untuk menyusupi vaksin palsu. Oleh karena itu, BPOM menyarankan agar pengadaan
vaksin dikontrol melalui satu pintu. BPOM juga meminta diberikan akses untuk
proses pengadaan dan penerimaan barang dari layanan kesehatan.
Pada
kasus vaksin palsu setidaknya terdapat 5 pihak yang harus bertanggung jawab,
yaitu pembuat vaksin, distributor obat, tenaga kesehatan terkait, pemerintah,
dan fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Pembuat vaksin dan distributor obat
telah melanggar beberapa hak konsumen terutama hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelanggaran yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlibat vaksin palsu menyangkut
kewajibannya untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika
profesi, serta kebutuhan kesehatan penerima pelayanan kesehatan sebagaimana
diatur dalam Pasal 58 UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Sedangkan
pemerintah dikenai tanggungjawab karena dianggap telah gagal melaksanakan
kewajiban untuk melindungi masyarakat khususnya terhadap anak korban vaksin
palsu sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945, Pasal 34 ayat (3) UUD
1945, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 44 ayat (1) UU No. 35
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Untuk
itu, masyarakat perlu mengetahui perbedaan vaksin palsu dengan vaksi asli.
Berikut ciri-ciri vaksin palsu menurut BioFarma:
Harga jual lebih murah
Dijual bebas
Tidak ada tanda dot
merah
Bentuk kemasan lebih
kasar
Nomor batch tidak
terbaca
Warna rubber stopper
(tutup vial) berbeda dari produk asli
Tidak ada nomor izin
edar (NIE) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Terdapat perbedaan pada
cetakan barcode kemasan vaksin palsu
Ciri vaksin asli:
Kemasan masih disegel
Terdapat label yang
mencantumkan keterangan seputar vaksin pada ampul
Label ampul biasanya
dilepas dan ditempelkan pada buku kesehatan begitu vaksinasi, lalu kemasan
dihancurkan
Referensi tambahan
Press Release PT. Bio Farma terkait Vaksin Palsu dapat dilihat selengkapnya
di:
Penjelasan mengenai vaksin palsu dari Kementerian Kesehatan RI selengkapnya
dapat dilihat di:
0 comments